Sejarah Berdirinya Shell Oil
Sejarah Berdirinya Shell Oil - Minyak bumi mulai dikenal oleh bangsa Indonesia mulai abad pertengahan. Orang Aceh menggunakan minyak bumi untuk menyalakan bola api saat memerangi armada Portugis. Perkembangan migas secara modern di Indonesia dimulai saat dilakukan pengeboran pertama pada tahun 1871, yaitu di desa Maja, Majalengka, Jawa Barat, oleh pengusaha belanda bernama Jan Reerink.Akan tetapi hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan akhirnya ditutup.
Penemuan sumber minyak yang pertama di Indonesia terjadi pada tahun 1883 yaitu lapangan minyak Telaga Tiga dan Telaga Said di dekat Pangkalan Brandan oleh seorang Belanda bernama A.G. Zeijlker. Penemuan ini kemudian disusul oleh penemuan lain yaitu di Pangkalan Brandan dan Telaga Tunggal. Penemuan lapangan Telaga Said oleh Zeijlker menjadi modal pertama suatu perusahaan minyak yang kini dikenal sebagai Shell. Pada waktu yang bersamaan, juga ditemukan lapangan minyak Ledok di Cepu, Jawa Tengah, Minyak Hitam di dekat Muara Enim, Sumatera Selatan, dan Riam Kiwa di daerah Sanga-Sanga, Kalimantan.
Menjelang akhir abad ke 19 terdapat 18 perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia. Pada tahun 1902 didirikan perusahaan yang bernama Koninklijke Petroleum Maatschappij yang kemudian dengan Shell Transport Trading Company melebur menjadi satu bernama The Asiatic Petroleum Company atau Shell Petroleum Company.
Pada tahun 1907 beridirilah Shell Group yang terdiri atas BPM yaitu Bataafsche Petroleum Maatschappij dan Anglo Saxon.Pada waktu itu di Jawa Timur juga terdapat suatu perusahaan yaitu Dordtsche Petroleum Maatschapijd dan Anglo Saxon.Pada waktu itu di Jawa timur juga terdapat suatu perusahaan yaitu Dordtsche Petroleum Maatschappij namun kemudian diambil alih oleh BPM.
Sebelum terlepas dari belenggu penjajah, Bumi Pertiwi ini memang menjadi incaran para pemburu bahan mentah dari manca negara. Sumber daya alam minyak seakan-akan barang bagus yang bisa menjanjikan keuntungan banyak bagi si penemunya. Sangat beralasan jika KPM maupun Thell Transport & Trading Co. dari inggris akhirnya bergabung menjadi Koninklijke Shell Groep pada tanggal 24 Februari 1907. Dua kelompok perusahaan asing yang semula berjalan sendiri-sendiri itu, merasa lebih baik menjadi satu dalam ihwal menacari keuntungan ketimbang harus terlibat dalam persaingan. Koninklijke Shell Groep akhirnya lebih dikenal dengan sebutan Shell. Pemegang saham terbesar dalam usaha patungan ini adalah Koninklijke Nedrlandsche Petroleum Waatschapij. Enam puluh persen berada di tangan KPM, sementara empat puluh perse dipegang oleh Shell Transport.
Dalam perkembangan selanjutnya, kedua perusahaan ini mendirikan lagi anak perusahaan bernama Btaafsche Petroleum Maatschapij (BPM), kemudian Aziatic Petroleum dan Saxon Petroleum Company. Masing-masing anak perusahaan Shell bergerak di bidang yang berbeda. BPM menangani bidang produksi. Aziatic Petroleum bergerak di bidang pemasaran dan Saxon Petroleum Company memusatkan perhatian di bidang angkutan minyak.
Sempat ada perusahaan minyak asing lain yang berdiri di Jawa Timur dengan nama Dortsche Petroleum Maatschappij. Semula perusahaan ini bekerja sendiri. Namun pada tahun 1911 Dortsche Maatschappij dibeli oleh BPM. Praktis, pada saat itu, seluruh industri minyak di Indonesia mendapat pengawasan dari Koninklijke Shell Groep(Shell).
Pada tahun 1912, perusahaan minyak amerika, agaknya tak ingin kalah gesit dengan perusahaan asing lain yang sudah lebih lama bercokol dan membuka ladang-ladang minyak baru di Indonesia. Perusahaan minyak Amerika menjejakkan kakinya dengan membuka cabang usaha bernama Nedrlandsche Koloniale Petroleum Maatschappij (NKPM). NKPM yang membawa nama-nama KPM itu selanjutnya berubah menjadi Standard Vacumm Petroleum Maatschappij (SVPM) dan akhirnya pada tahun 1959, berubah lagi menjadi PT Standard Vacuum Petroleum Maatschappij; yang lebih dikenal dengan nama STANVC. Stanvac membuka ladang minyak di Talang Akar dan Pendopo di Sumatra Selatan. Konon Talang akar merupakan ladang minyak paling besar di Indonsia, sebelum perang dunia kedua berkecamuk,
persaingan semakin seru.
Kehadiran perusahaan minyak Amerika, tak ayal lagi, merupakan saingan berat Shell. Untuk menjaga persaingan dari perusahaan minya Amerika kelompok perusahaan minyak Belanda bergabung dengan perusahaan minyak Inggris, mendirikan lagi perusahaan campuran antara BPM dan Pemerintah kolonial Belanda. Agar kedua pemerintah masing-masing perusahaan yang bergabung itu memegang saham sebesar 50 persen. Perusahaan campuran itu diberi nama NV Nedrlansche Indische Aardolie Maatschappij (NIAM). NIAM membuka ladang minyak di kawasan Jambi, perusahaan minyak campuran inipun mengeksploitr sumber minyak di Ogan, Sumatra Selatan dan Pulau Bunyu, Kalimantan Timur.
Tahun 1930, masih perusahaan dari Amerika, dengan nama Standard of California, ikut-ikutan nimbrung memburu laba di Nusantara tercinta ini. Standard of California membuka cabang di Indonesia dengan nama Nedrlandsche Pasific Petroleum Maatschappij (NIPM). Di tahun 1936, NIPM menandatangani kontrak pembukaan ladang minyak di daerah Rokan. Pada tahun yang sama, Satandard of California bekerja sama dengan perusahaan minyak Texas Company (Texaco). NIPM yang dimiliki oleh kedua perusahaan Amerika inipun akhirnya mengubah nama menjadi California Texas Oil Company, yang lebih dikenal dengan Caltex.
Katakanlah, hampir seluruh wilayah Nusantara yang menyimpan kandungan minyak bumi, satu demi satu dikuras perusahaan minyak asing. Termasuk daerah Irian Jaya. Para perusahaan asing, baik dari pihak Belanda yang ketika itu masih menguasai wilayah Nusantara sebagai jajahannya, demikian pula para pengusaha asal Amerika dan Inggris, secara bersama-sma telah membuka ladang minyak di Irian Jaya. Ladang minyak Irian Jaya dikelola oleh Nedrlansche Niew Guinea Petroleum Maatschapij (NNGPM). Para pemegang sahamnya terdiri dari Shell sebesar 40 persen, Stanvac 40 persen dan Caltex 20 persen.
Kendati operasional di ladang minyak Irian Jaya sepenuhnya dipegang oleh Shell karena perusahaan ini sudah melakukan survey di daerah tersebut semenja tahun 1928. Di tahun 1935, NNGPM memperoleh konsensi di sekitar wilayah Sorong. Daerah eksplorasi perusahaan patungan itu meliputi areal seluas 100,000 kilometer persegi. Produksi minya di Irian Jaya mulai menampakkan hasil pada tahun 1948. Ketika itu, ladang minyak Klamono mampu menghasilkan minya bumi sebanyak 4000 barel perhari.
Minyak Bumi (bahasa Inggris: petroleum, dari bahasa latin petrus – karang dan oleum – minyak), dijuluki juga sebagai emas hitam, adalah cairan kental, berwarna coklat gelap, atau kehijauan yang mudah terbakar, yang berada di lapisan atas dari beberapa area di kerak bumi. Minyak bumi terutama terdiri dari campuran yang sangat kompleks senyawa - senyawa hidrokarbon, yaitu senyawa - senyawa organik yang mengandung unsur karbon dan hidrogen.
Menurut cerita lama, pada abad VIII orang-orang Indonesia yang berdiam disekitar Selat Sumatra telah mengenal minyak bumi dan memamfaatkannya sebagai alat pembakar dalam pertempuran di laut. Pada abad XVI, armada laut Aceh dapat mengalahkan armada laut Portugis yang saat itu dipimpin oleh Alfonso D' Albuquerque dengan menggunakan bola api yang dilemparkan dari kapal-kapal perang Aceh. Pada waktu itu minyak yang digunakan adalah minyak bumi yang merembes keluar ke permukaan bumi.
Pada zaman penjajahan Belanda sejak tahun 1871 orang-orang Belanda telah berusaha untuk mendapatkan minyak bumi dengan melakukan pemboran di daerah-daerah rembesan minyak bumi untuk diolah menjadi minyak lampu. Pada tahun 1883, A.J.Zylker seorang penanam tembakau Belanda berhasil melakukan pemboran minyak bumi yang pertama didekat Pangkalan Brandan pada kedalaman 400 kaki. Pada waktu yang hampir sama telah pula ditemukan minyak bumi di tempat lain di Indonesia, seperti di desa Ledok Jawa Tengah, Di desa Minyak Hitam di daerah Muara Enim dan Riawa Kiwa dekat Sangasana di Kalimantan Timur.
Penemuan minyak bumi di Indonesia tentu mengakibatkan tumbuhnya banyak perusahaan minyak asing, dimana pada akhir abad XIX lebih dari 18 perusahaan asing secara aktif mengusahakan sumber-sumber minyak bumi di Indonesia. Karean usaha eksplorasi dan kekuatan finansial, maka Royal Dutch Company ( yang mengambil alih konsesi Zylker) dapat menyisihkan perusahaan-perusahaan yang ada pada waktu itu. Dalam tahun 1907, Royal Dutch Company bergabung dengan Shell Transport and Trading Company dan perusahaan yang beroperasi dari kelompok Royal Dutch Shell di Indonesia adalah Batsaafche Petruleum Maatschappy ( BPM ), dan merupakan satu satunya perusahaan yang beroperasi sampai tahun 1991. Pada tahun 1912, Standard Vacum Oil, suatu anak perusahaan dari Standard Oil ( New Jersey ) dan Vacum Oil Company mulai beroperasi di Indonesia. Untuk menghadapi saingan dari Standard Oil, maka pada tahun 1930 oleh pemerintah Kolonial Hindia Belanda dan BPM dibentuk sebuah perusahaan campuran yaitu, NV. Nederlandsche Indische Aardolie Maatshappy ( NIAM ). pada tahun 1931 caltex, sebuah anak perusahaan Standard Oil of California and Texas Company mulai beroperasi di Indonesia. Kemudian pada tahun 1935 dibentuk perusahaan minyak bernama Nederlansche Nieuw Guinea Petroleum Maatschappy ( NNGPM ) untuk mengeksploitasi bagian barat Irian Jaya, dengan sahamnya dari Royal Dutch Shell. Stanvac dan Caltex. Kilang minyak yang ada sebelum perang dunia ke II ada 6 buah yaitu di Plaju (BPM), sungai Gerong ( STANVAC), Balikpapan (BPM), Wonokromo (BPM) dan Pangkalan Brandan (BPM).
Dengan pecahnya perang dunia ke II, karena serbuan bala tentara Jepang ke Indonesia, maka sebagian besar instalasi-instalasi minyak hancur terutama di Pangkalan Brandan, karena politik bumi hangus pemerintah Hindia Belanda. Dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, satu-satunya lapangan minyak yang dapat dikuasai oleh pejuang-pejuang kemerdekaan Indonesia adalah lapangan minyak bumi disekitar Pangkalan Brandan dan daerah Aceh, bekas milik Shell-BPM , yang selanjutnya merupakan Perusahaan Minyak Indonesia yang pertama dan diberi nama Perusahaan Tambang Minyak Negara Republik Indonesia ( PTMNRI ). BPM berhasil meneruskan produksi minyaknya di Tarakan pada tahun 1946 meneruskan produksinya di Tarakan pada Tahun 1945, dan pada tahun 1946 meneruskan produksinya di Kalimantan dan mengaktifkan kembali sebagian kilang minyaknya di Balikpapan. Dalam bulan Oktober 1946 Kilang Plaju dan Sungai Gerong masing-masing dikembalikan kepada BPM dan STANVAC untuk rekonstruksi. Di Jawa Tengah BPM tidak berhasil kembali kelapangan Kawengan dan kilang minyak Cepu, karena lapangan dan kilang telah dikuasai oleh koperasi buruh minyak yang kemudian menjadi perusahaan negara PERMIGAN.
Karena PTMNRI sesudah selesainya perjuangan fisik di tahun 1950 belum nampak usaha-usaha pembangunannya, maka pada bulan April 1954 PTMNRI diubah menjadi Tambang Minyak Sumatra Utara (TMSU). Tindakan ini ternyata juga tidak ada mamfaatnya, sehingga pada tanggal 10 Desember 1957 diubah menjadi PT PERMINA. setelah kira-kira tiga setengah tahun, maka pada tanggal 1 Juli 1961 statusnya diubah menjadi Perusahaan Negara Pertambangan Minyak Nasional (PN PERMINA).
Dengan penyerahan kedaulatan oleh pemerintah kolonial belanda kepada republik indonesia, maka status nv niam pada tanggal 1 januari 1959 diubah menjadi pt pertambangan minyak indonesia (pt permindo). karena jangka waktu berdirinya nv niam hanya sampai tanggal 31 desember 1960, maka pada bulan februari 1961 didirikan perusahaan negara minyak indonesia ( pt pertamin ) dan untuk melancarkan usaha tersebut pn pertamin ditunjuk sebagai satu-satunya distributor minyak didalam negeri dan bertanggung jawab atas penyediaan minyak bagi abri. akhirnya untuk mempertegas struktur kerja dan prosedur kerja demi memperlancar usaha peningkatan produksi minyak dan gas bumi pada tanggal 20 agustus 1968 pn permin dan pn pertamin dilebur menjadi pn pertambangan minyak bumi dan gas bumi nasional ( pn pertamina ).
Penemuan sumber minyak yang pertama di Indonesia terjadi pada tahun 1883 yaitu lapangan minyak Telaga Tiga dan Telaga Said di dekat Pangkalan Brandan oleh seorang Belanda bernama A.G. Zeijlker. Penemuan ini kemudian disusul oleh penemuan lain yaitu di Pangkalan Brandan dan Telaga Tunggal. Penemuan lapangan Telaga Said oleh Zeijlker menjadi modal pertama suatu perusahaan minyak yang kini dikenal sebagai Shell. Pada waktu yang bersamaan, juga ditemukan lapangan minyak Ledok di Cepu, Jawa Tengah, Minyak Hitam di dekat Muara Enim, Sumatera Selatan, dan Riam Kiwa di daerah Sanga-Sanga, Kalimantan.
Menjelang akhir abad ke 19 terdapat 18 perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia. Pada tahun 1902 didirikan perusahaan yang bernama Koninklijke Petroleum Maatschappij yang kemudian dengan Shell Transport Trading Company melebur menjadi satu bernama The Asiatic Petroleum Company atau Shell Petroleum Company.
Pada tahun 1907 beridirilah Shell Group yang terdiri atas BPM yaitu Bataafsche Petroleum Maatschappij dan Anglo Saxon.Pada waktu itu di Jawa Timur juga terdapat suatu perusahaan yaitu Dordtsche Petroleum Maatschapijd dan Anglo Saxon.Pada waktu itu di Jawa timur juga terdapat suatu perusahaan yaitu Dordtsche Petroleum Maatschappij namun kemudian diambil alih oleh BPM.
Sebelum terlepas dari belenggu penjajah, Bumi Pertiwi ini memang menjadi incaran para pemburu bahan mentah dari manca negara. Sumber daya alam minyak seakan-akan barang bagus yang bisa menjanjikan keuntungan banyak bagi si penemunya. Sangat beralasan jika KPM maupun Thell Transport & Trading Co. dari inggris akhirnya bergabung menjadi Koninklijke Shell Groep pada tanggal 24 Februari 1907. Dua kelompok perusahaan asing yang semula berjalan sendiri-sendiri itu, merasa lebih baik menjadi satu dalam ihwal menacari keuntungan ketimbang harus terlibat dalam persaingan. Koninklijke Shell Groep akhirnya lebih dikenal dengan sebutan Shell. Pemegang saham terbesar dalam usaha patungan ini adalah Koninklijke Nedrlandsche Petroleum Waatschapij. Enam puluh persen berada di tangan KPM, sementara empat puluh perse dipegang oleh Shell Transport.
Dalam perkembangan selanjutnya, kedua perusahaan ini mendirikan lagi anak perusahaan bernama Btaafsche Petroleum Maatschapij (BPM), kemudian Aziatic Petroleum dan Saxon Petroleum Company. Masing-masing anak perusahaan Shell bergerak di bidang yang berbeda. BPM menangani bidang produksi. Aziatic Petroleum bergerak di bidang pemasaran dan Saxon Petroleum Company memusatkan perhatian di bidang angkutan minyak.
Sempat ada perusahaan minyak asing lain yang berdiri di Jawa Timur dengan nama Dortsche Petroleum Maatschappij. Semula perusahaan ini bekerja sendiri. Namun pada tahun 1911 Dortsche Maatschappij dibeli oleh BPM. Praktis, pada saat itu, seluruh industri minyak di Indonesia mendapat pengawasan dari Koninklijke Shell Groep(Shell).
Pada tahun 1912, perusahaan minyak amerika, agaknya tak ingin kalah gesit dengan perusahaan asing lain yang sudah lebih lama bercokol dan membuka ladang-ladang minyak baru di Indonesia. Perusahaan minyak Amerika menjejakkan kakinya dengan membuka cabang usaha bernama Nedrlandsche Koloniale Petroleum Maatschappij (NKPM). NKPM yang membawa nama-nama KPM itu selanjutnya berubah menjadi Standard Vacumm Petroleum Maatschappij (SVPM) dan akhirnya pada tahun 1959, berubah lagi menjadi PT Standard Vacuum Petroleum Maatschappij; yang lebih dikenal dengan nama STANVC. Stanvac membuka ladang minyak di Talang Akar dan Pendopo di Sumatra Selatan. Konon Talang akar merupakan ladang minyak paling besar di Indonsia, sebelum perang dunia kedua berkecamuk,
persaingan semakin seru.
Kehadiran perusahaan minyak Amerika, tak ayal lagi, merupakan saingan berat Shell. Untuk menjaga persaingan dari perusahaan minya Amerika kelompok perusahaan minyak Belanda bergabung dengan perusahaan minyak Inggris, mendirikan lagi perusahaan campuran antara BPM dan Pemerintah kolonial Belanda. Agar kedua pemerintah masing-masing perusahaan yang bergabung itu memegang saham sebesar 50 persen. Perusahaan campuran itu diberi nama NV Nedrlansche Indische Aardolie Maatschappij (NIAM). NIAM membuka ladang minyak di kawasan Jambi, perusahaan minyak campuran inipun mengeksploitr sumber minyak di Ogan, Sumatra Selatan dan Pulau Bunyu, Kalimantan Timur.
Tahun 1930, masih perusahaan dari Amerika, dengan nama Standard of California, ikut-ikutan nimbrung memburu laba di Nusantara tercinta ini. Standard of California membuka cabang di Indonesia dengan nama Nedrlandsche Pasific Petroleum Maatschappij (NIPM). Di tahun 1936, NIPM menandatangani kontrak pembukaan ladang minyak di daerah Rokan. Pada tahun yang sama, Satandard of California bekerja sama dengan perusahaan minyak Texas Company (Texaco). NIPM yang dimiliki oleh kedua perusahaan Amerika inipun akhirnya mengubah nama menjadi California Texas Oil Company, yang lebih dikenal dengan Caltex.
Katakanlah, hampir seluruh wilayah Nusantara yang menyimpan kandungan minyak bumi, satu demi satu dikuras perusahaan minyak asing. Termasuk daerah Irian Jaya. Para perusahaan asing, baik dari pihak Belanda yang ketika itu masih menguasai wilayah Nusantara sebagai jajahannya, demikian pula para pengusaha asal Amerika dan Inggris, secara bersama-sma telah membuka ladang minyak di Irian Jaya. Ladang minyak Irian Jaya dikelola oleh Nedrlansche Niew Guinea Petroleum Maatschapij (NNGPM). Para pemegang sahamnya terdiri dari Shell sebesar 40 persen, Stanvac 40 persen dan Caltex 20 persen.
Kendati operasional di ladang minyak Irian Jaya sepenuhnya dipegang oleh Shell karena perusahaan ini sudah melakukan survey di daerah tersebut semenja tahun 1928. Di tahun 1935, NNGPM memperoleh konsensi di sekitar wilayah Sorong. Daerah eksplorasi perusahaan patungan itu meliputi areal seluas 100,000 kilometer persegi. Produksi minya di Irian Jaya mulai menampakkan hasil pada tahun 1948. Ketika itu, ladang minyak Klamono mampu menghasilkan minya bumi sebanyak 4000 barel perhari.
Minyak Bumi (bahasa Inggris: petroleum, dari bahasa latin petrus – karang dan oleum – minyak), dijuluki juga sebagai emas hitam, adalah cairan kental, berwarna coklat gelap, atau kehijauan yang mudah terbakar, yang berada di lapisan atas dari beberapa area di kerak bumi. Minyak bumi terutama terdiri dari campuran yang sangat kompleks senyawa - senyawa hidrokarbon, yaitu senyawa - senyawa organik yang mengandung unsur karbon dan hidrogen.
Menurut cerita lama, pada abad VIII orang-orang Indonesia yang berdiam disekitar Selat Sumatra telah mengenal minyak bumi dan memamfaatkannya sebagai alat pembakar dalam pertempuran di laut. Pada abad XVI, armada laut Aceh dapat mengalahkan armada laut Portugis yang saat itu dipimpin oleh Alfonso D' Albuquerque dengan menggunakan bola api yang dilemparkan dari kapal-kapal perang Aceh. Pada waktu itu minyak yang digunakan adalah minyak bumi yang merembes keluar ke permukaan bumi.
Pada zaman penjajahan Belanda sejak tahun 1871 orang-orang Belanda telah berusaha untuk mendapatkan minyak bumi dengan melakukan pemboran di daerah-daerah rembesan minyak bumi untuk diolah menjadi minyak lampu. Pada tahun 1883, A.J.Zylker seorang penanam tembakau Belanda berhasil melakukan pemboran minyak bumi yang pertama didekat Pangkalan Brandan pada kedalaman 400 kaki. Pada waktu yang hampir sama telah pula ditemukan minyak bumi di tempat lain di Indonesia, seperti di desa Ledok Jawa Tengah, Di desa Minyak Hitam di daerah Muara Enim dan Riawa Kiwa dekat Sangasana di Kalimantan Timur.
Penemuan minyak bumi di Indonesia tentu mengakibatkan tumbuhnya banyak perusahaan minyak asing, dimana pada akhir abad XIX lebih dari 18 perusahaan asing secara aktif mengusahakan sumber-sumber minyak bumi di Indonesia. Karean usaha eksplorasi dan kekuatan finansial, maka Royal Dutch Company ( yang mengambil alih konsesi Zylker) dapat menyisihkan perusahaan-perusahaan yang ada pada waktu itu. Dalam tahun 1907, Royal Dutch Company bergabung dengan Shell Transport and Trading Company dan perusahaan yang beroperasi dari kelompok Royal Dutch Shell di Indonesia adalah Batsaafche Petruleum Maatschappy ( BPM ), dan merupakan satu satunya perusahaan yang beroperasi sampai tahun 1991. Pada tahun 1912, Standard Vacum Oil, suatu anak perusahaan dari Standard Oil ( New Jersey ) dan Vacum Oil Company mulai beroperasi di Indonesia. Untuk menghadapi saingan dari Standard Oil, maka pada tahun 1930 oleh pemerintah Kolonial Hindia Belanda dan BPM dibentuk sebuah perusahaan campuran yaitu, NV. Nederlandsche Indische Aardolie Maatshappy ( NIAM ). pada tahun 1931 caltex, sebuah anak perusahaan Standard Oil of California and Texas Company mulai beroperasi di Indonesia. Kemudian pada tahun 1935 dibentuk perusahaan minyak bernama Nederlansche Nieuw Guinea Petroleum Maatschappy ( NNGPM ) untuk mengeksploitasi bagian barat Irian Jaya, dengan sahamnya dari Royal Dutch Shell. Stanvac dan Caltex. Kilang minyak yang ada sebelum perang dunia ke II ada 6 buah yaitu di Plaju (BPM), sungai Gerong ( STANVAC), Balikpapan (BPM), Wonokromo (BPM) dan Pangkalan Brandan (BPM).
Dengan pecahnya perang dunia ke II, karena serbuan bala tentara Jepang ke Indonesia, maka sebagian besar instalasi-instalasi minyak hancur terutama di Pangkalan Brandan, karena politik bumi hangus pemerintah Hindia Belanda. Dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, satu-satunya lapangan minyak yang dapat dikuasai oleh pejuang-pejuang kemerdekaan Indonesia adalah lapangan minyak bumi disekitar Pangkalan Brandan dan daerah Aceh, bekas milik Shell-BPM , yang selanjutnya merupakan Perusahaan Minyak Indonesia yang pertama dan diberi nama Perusahaan Tambang Minyak Negara Republik Indonesia ( PTMNRI ). BPM berhasil meneruskan produksi minyaknya di Tarakan pada tahun 1946 meneruskan produksinya di Tarakan pada Tahun 1945, dan pada tahun 1946 meneruskan produksinya di Kalimantan dan mengaktifkan kembali sebagian kilang minyaknya di Balikpapan. Dalam bulan Oktober 1946 Kilang Plaju dan Sungai Gerong masing-masing dikembalikan kepada BPM dan STANVAC untuk rekonstruksi. Di Jawa Tengah BPM tidak berhasil kembali kelapangan Kawengan dan kilang minyak Cepu, karena lapangan dan kilang telah dikuasai oleh koperasi buruh minyak yang kemudian menjadi perusahaan negara PERMIGAN.
Karena PTMNRI sesudah selesainya perjuangan fisik di tahun 1950 belum nampak usaha-usaha pembangunannya, maka pada bulan April 1954 PTMNRI diubah menjadi Tambang Minyak Sumatra Utara (TMSU). Tindakan ini ternyata juga tidak ada mamfaatnya, sehingga pada tanggal 10 Desember 1957 diubah menjadi PT PERMINA. setelah kira-kira tiga setengah tahun, maka pada tanggal 1 Juli 1961 statusnya diubah menjadi Perusahaan Negara Pertambangan Minyak Nasional (PN PERMINA).
Dengan penyerahan kedaulatan oleh pemerintah kolonial belanda kepada republik indonesia, maka status nv niam pada tanggal 1 januari 1959 diubah menjadi pt pertambangan minyak indonesia (pt permindo). karena jangka waktu berdirinya nv niam hanya sampai tanggal 31 desember 1960, maka pada bulan februari 1961 didirikan perusahaan negara minyak indonesia ( pt pertamin ) dan untuk melancarkan usaha tersebut pn pertamin ditunjuk sebagai satu-satunya distributor minyak didalam negeri dan bertanggung jawab atas penyediaan minyak bagi abri. akhirnya untuk mempertegas struktur kerja dan prosedur kerja demi memperlancar usaha peningkatan produksi minyak dan gas bumi pada tanggal 20 agustus 1968 pn permin dan pn pertamin dilebur menjadi pn pertambangan minyak bumi dan gas bumi nasional ( pn pertamina ).
Sejarah Berdirinya Shell Oil
Reviewed by Putra
on
3:25:00 PM
Rating:
No comments: