METODE PENETAPAN AWAL PUASA DAN HARI RAYA DI INDONESIA

METODE PENETAPAN AWAL PUASA DAN HARI RAYA DI INDONESIA
Metode Penetapan Awal Puasa dan Hari Raya di INDONESIA - 

1. Nahdhatul Ulama (NU)
Dalam menentukan awal bulan Qamariyah yang ada hubungannya dengan ibadah, Nahdhatul Ulama berpegang pada beberapa hadits yangberhubungan dengan rukyat. Di samping hadits, Nahdhatul Ulama juga berpegang pada pendapat para ulama yaitu para Imam Mazhab selain Hambali, di mana imam mazhab tersebut menyebutkan bahwa awal Ramadhan dan Syawwal ditetapkan berdasarkan ru’yah al-hilãl dan dengan istikmal.

Pendapat ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Imam Nawawi dalam Kitabnya al-majmu’ syarh al-Muhazzab, Ibn Hajr dalam Kitabnya Hawasiyy Tuhfah Muhtaj, dan Syekh Ramli dengan Kitabnya Nihayah al-Muhtaj. Penetapan ini diambil berdasarkan alasan-alasan syar’I yang dipandang kuat untuk dijadikan pedoman peribadatan yang dapat dipertanggungjawabkan.

Untuk melacak metode yang digunakan Nahdlatul Ulama dalam menentukan awal bulan Qamariyah, maka ada tiga fatwa yang berkaitan dengan metode rukyat yang digunakan organisasi ini. Fatwa pertama tahun 1954 sebagaimana dikutip Hooker berisi dua pernyataan; 
(1) menentukan waktu berdasarkan hisab tidak digunakan pada masa Nabi dan KhulafaurRasyidin; 
(2) tidak dibolehkan membuat pernyataan publik untuk menentukan awal puasa berdasarkan hisab tanpa adanya pengumuman dari Menteri Agama. Hal ini dilakukan “untuk mencegah keributan di kalangan umat Islam. Fatwa kedua tahun 1983, isinya juga berisi tidak ada kewajiban untuk menerima penentuan puasa dengan cara hisab. Adapun fatwa ketiga yang dibuat pada tahun 1987 isinya lebihterperinci dan merujuk pada hasil fatwa tahun 1983. 

Berikut adalah ringkasan dari fatwa tersebut sebagaimana diringkas oleh Hooker:

Melihat bulan (ru’yah) sebagai dasar untuk menetapkantanggal puasa telah dilakukan oleh Nabi Muhammad dan Khulafaal-Rasyidin dan dilakukan oleh empat mazhab.Sementara ituNabi dan kesahihannya ditentang para ulama.Pernyataan publictentang penanggalan puasa berdasarkan penghitungan ilmu falakoleh hakim atau gubernur tidak ditegaskan oleh keempat mazhab.NU adalah organisasi yang mengikuti jalan dan ajaran Nabi, parasahbat dan ulama.Musyawarah Nasional Alim Ulama (18-21Desember 1983) telah membuat sebuah keputusan untuk mengikutimetode melihat bulan guna menetapkan awal Ramadhan dan IdulFitri yang disahkan oleh Muktamar NU ke 27 (1984). Dan agar adakeseragaman di kalangan warga NU, dan dengan tujuan termasukmenetapkan Idul Adha, Musyawarah Nasional Alim-Ulama pada 15-16 Nopember 1987 memutuskan sebagai berikut: Penanggalan yang diumumkan oleh hakim atau gubernur boleh dikukuhkan jika didasarkan pada metode melihat Bulan. 

NU telah lama mengikuti pendapat para ulama bahwa satu penanggalan yang pasti harus ditetapkan untuk Indonesia dengan mengabaikan perbedaan aspek bulan di seluruh negeri. Melaksanakan ru’yah merupakan kewajiban agama dalam pandangan empat imam mazhab kecuali Hanbali yang mengangapnya bermamfaat saja. Pelaksanaan ru’yah oleh pemerintah sudah cukup bagi seluruh masyarakat muslim di Indonesia. Komisi Hisab dan Ru’yah dalam NU harus melaksanakan prinsip ru’yah dengan menentukan awal bulan Sya’ban, awal ramadhan dan melakukan ru’yah pada malam 30 Syawal dan 30 Dzulqa’idah kemudian melaporkan penemuannya tentang awal “Dzulhijjah” kepada pemerintah karena pemerintah sering tidak memberikan pengumuman yang terperinci mengenai tanggal tersebut. Hasilnya harus disebarluaskan NU wilayah dan cabang di seluruh Indonesia.

Semua warga NU di segala lapisan harus diinstruksikan untuk meneliti siaran pemerintah mengenai tanggal tersebut, jika penanggalan itu didasarkan pada ru’yah, harus diikuti, tetapi jika berdasarkan hisab, bisa diabaikan, dan tanggal yang benar adalah hari setelah disebarluaskannya pengumuman tersebut.Pendekatan ini sesuai dengan keputusan NU sebelumnya dan UUD 1945 (Pasal 29 [2]).

Dari ketiga isi fatwa tersebut dapat disimpulkan bahwa penetapan awal Ramadhan, Syawwal, dan Dzulhijjah didasarkan pada ru’yatul hilãldan istikmal.Meskipun hisab tidak pernah dipraktekkan pada pada masa Nabi Muhammad Saw dan Khulafaur-Rasyidin, tetapi hisab yang dilakukan para ahlinya boleh diikuti bagi yang mempercayai perhitungannya.

Rukyah yang dijadikan dasar adalah hasil rukyah di Indonesia dan berlaku seluruh Indonesia (wilãyatul hukmi), sehingga jika di salah satu bagian dari wilayah Indonesia dapat disaksikan hilãl, maka ulûl amr dapat menetapkan awal bulan berdasarkan rukyah yang berlaku seluruh Indonesia. Penetapan yang dilakukan pemerintah dengan tidak memakai rukyah, maka yang dipakai adalah rukyat yang dilakukan masyarakat, khususnya warga NU.


2. Muhammadiyah
Dalam menetapkan awal dan akhir bulan qamariyah yang ada pelaksanaannya dengan ibadah, Muhammadiyah mendasarkan pendapatnya pada beberapa ayat al-Qur’ãn dan hadits-hadits Nabi Saw. Ayat al-Qur’an yang dijadikan dasar adalah Q.S.Yunus(10);5, dan al-Baqaroh (2);185, sedang hadits-hadits yang digunakan antara lain yang diriwayatkan imam Bukhari dan Muslim yaitu : lã tashûmû hatta tarawu al-hilãl wa lã tufthirûhatta tarawhu fain ghumma ‘alaikum faqdlurûlah (janganlah kamu berpuasa sehingga kamu melihat hilal, dan jangan pula kamu berbuka sehingga kamu melihat hilãl. Bila hilãl tertutup awan maka kamu perkirakanlah (kadarkanalah).

Adapun kata ru’yah sebagaimana yang terdapat dalam hadits riwayat imam Bukhari :“shûmû liru’yatihi wa afthirû liru’yatihi”:(Puasalah karena melihat tanggal atau berbukalah karena melihat tanggal), dipahami dengan akal, sehingga rukyat bisa berarti melihat dengan mata telanjang, dan bisa juga melihat dengan akal (ilmu pengetahuan).

Dalam Himpunan Putusan Tarjih (HPT) disebutkan :”as-saumu wa al-fithru bi ar-ru’yah wa lã mãni’a bi al-hisãb” (berpuasa dan id Fitrah itudengan ru’yah dan tidak berhalangan dengan hisab). Sejalan dengan itu,menurut Djarnawi Hadikusuma, sebagaimana dikutip dalam SuaraMuhammadiyah, bahwa teks tersebut secara implisit mengakui hisabrukyat.

Menurut Basith Wahid, pada awalnya Muhammadiyah menggunakan ru’yah bil fi’li dalam penentual awal bulan Qamariyah. Muhammadiyah juga memakai rukyat jika antara hasil rukyat berbeda dengan hasil hisab. Hal ini dapat dilihat pada Himpunan Putusan majelis Tarjih yang berbunyi :”apabila ahli hisab menetapkan bahwa bulan belum tampak (tanggal) atau sudah wujud tetapi tidak kelihatan, padahalkenyataannya ada orang yang melihat pada malam itu, manakah yang mu’tabar. Majelis Tarjih memutuskan bahwa rukyalah yang mu’tabar.

Keputusan di atas menegaskan bahwa apabila hasil perhitungan hisab menyebutkan hilal belum wujud, atau sudah wujud tetapi tidak dirukyat, maka yang dijadikan pedoman adalah hasil rukyat. Pandangan ini dipegang oleh Muhammadiyah sampai pada Munas tarjih ke-25 tahun 2000 yang menegaskan bahwa rukyat dan hisab sama kedudukannya sebagai dasar untuk menentukan awal bulan Qamariyah. Kedudukan hisab sama dengan rukyat diperkuat kembali dalam keputusan Munas tarjih ke-26 tahun 2003 dengan disertai dalil al-Qur’an dan Hadits Nabi Saw.

Sejalan dengan perkembangan ilmu astronomi, Muhammadiyah mulai menggunakan hisab yang pada awalnya dipelopori oleh KH.Siraj Dahlan. Mula-mula metode hisab yang digunakan untuk menentukan awal bulan Qamariyah dengan sistem ijtima’ qablal ghurûb, yaitu ketika hari itu terjadi ijtima’(bulan mati), maka waktu sesudah terbenamnya matahariadalah awal bulan meskipun hilãl tidak wujud pada saat matahari tenggelam. Paham ini digunakan hingga tahun 1387 Hijriyyah.

Dalam perkembangan selanjutnya sistem ijtima’ qabla al-ghurûb disempurnakan dan melahirkan sistem wujûd al-hilãl, yaitu wujud hilãl sebelum matahari terbenam.Maksudnya bila pada hari terjadinyaijtima’matahari terbenam lebih dahulu dari bulan, maka senja itu danesoknya ditetapkan sebagai tanggal 1 bulan baru Qamariyah. Tetapi bilabulan terbenam lebih dahulu dari matahari, maka senja itu dan keesokanharinya ditetapkan sebagai malam terakhir dari bulan Qamariyah yang sedang berlangsung. Karenanya menurut Basith Wahid, bahwa wujûd alhilãl mengandung pengertian : (1) sudah terjadi ijtima’ qablal ghurûb, dan(2) posisi bulan sudah positif di atas ufuk mar’i.
METODE PENETAPAN AWAL PUASA DAN HARI RAYA DI INDONESIA METODE PENETAPAN AWAL PUASA DAN HARI RAYA DI INDONESIA Reviewed by Putra on 12:14:00 PM Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.